L O G O
A R S I P L A L U
Pendapat Anda, Tentang Artikel?...
Kamis, 14 Januari 2010
Format Hidup Kita dari Pola Kerja Kita
Apakah Betul Bentuk Pekerjaan Kita Berpengaruh Terhadap Format Hidup Kita? Tiba-tiba saja terbersit pertanyaan di atas dibenakku. Dari mana asalnya pun aku juga tidak paham. Yang aku pahami mungkin bahwa bentuk kehidupanku sekarang sudah berubah wujud. Aku mengalaminya *Arghhh*. Yang aku maksud berubah wujud disini adalah perubahan yang aku rasakan dari sikapku, gaya bicara dan gaya hidupku. Mungkin orang lain bahkan keluargaku sendiripun gak pernah ngeh kalau anaknya yang satu ini sudah “berubah”. Topik perubahan ini muncul ke permukaan otakku dikarenakan percakapanku kemarin dengan Ebo dan Sari (seorang teman yang baru kita kenal di Sector Café kemarin malam. Sepertinya dia bekerja di Café tersebut tapi terus terang aku gak tau sebagai apa. Yang aku tau dia bekerja sampai jam 9 malam). Sari sosok gadis belia yang manis dan ramah ditambah dengan tutur katanya yang pelan dan sopan menambah daya tarik sendiri dalam dirinya. Bersyukur dia kepada Tuhan yang telah menciptakannya. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba saja aku membuat suatu pernyataan dimana Ebo sebagai pendengarnya. “Bo, Sari manis ya….”. “He…” sahut Ebo. “Dia ngomongnya lembut banget ya Bo….” tambahku. “Iyalah… namanya juga kerja di bidang Hospitality gitu… Karena itulah salah satu criteria biar dia diterima kerja” tambah Ebo. Mendengar komen dari Ebo, mulai meluncurlah topik yang sama dengan judul di atas. Aku bercerita ke Ebo (dan ingin berbagi cerita dengan teman2) tentang how I used to be. I used to be as friendly as Sari. I used to be a hospital girl. I used to be talking as nice as Sari. Dan masih banyak I used to be…I used to be yang lainnya. Meluncur sudah cerita dari bibir ini tentang Herbi yang dulu. Pikiranku membawa aku ke masa itu. Masa di mana aku masih bekerja sebagi seorang hotelier di beberapa hotel di Ubud. Hampir 4 tahun waktu aku habiskan dari satu hotel ke hotel lainnya di seputaran Ubud. Teringat masa dimana aku pernah menjadi sesosok yang ramah, murah senyum, berbaur dengan tamu, de-el-el. Orang bilang semua sikap tadi merupakan suatu harga mati dalam profesi kita sebagi seorang hotelier dimana kita dituntut untuk selalu bersikap ramah, full of smile dan willing to help guests serta sikap-sikap lainnya yang dapat mendukung profesi kita itu. Teringat pula bagaimana aku selalu menyapa semua tamu yang menginap di hotel-ku di pagi hari sewaktu mereka sarapan di restoran dan berbincang-bincang dengan mereka tentang banyak hal. Memang sih hal tersebut merupakan salah satu job description-ku sebagi seorang Guest Relation Manager untuk tetap bisa me-mantain yang namanya guest service. Disinilah aku rasakan yang namanya kedekatan pribadi antara staff dan tamu. Dan disinilah aku bersyukur bahkan sangat bahwa sikap yang harus aku terapkan dalam profesiku juga terbawa dalam kehidupanku sehari-hari. Aku merasa (dan mungkin memang hanya perasaanku saja) format kehidupan pribadiku dulu jauh lebih menyenangkan dibandingkan sekarang. Memang sih hanya dalam beberapa aspek saja. Tapi tetap saja. Sekecil apapun perubahan itu tetap namanya perubahan bukan CINTA atau RUJAK. *Upps…terlintas kata rujak karena aku memang lagi makan rujak waktu menulis ini*. Dan masa- masa hospitality itu berlalu sudah semenjak aku memutuskan melanjutkan kuliah dan mengadu nasib di kota Denpasar. Di ibu kota Bali inilah, aku mencoba mencari sesuap nasi dalam bidang lain yang totally different from my previous work field. Aku pernah menjadi seorang operator di perusahan perak di Sanur, aku pernah menjadi seorang data entry di perusahaan jewellery masih di Sanur, guru private bahasa Inggris dan freelance English teacher untuk sebuah kursus bahasa Inggris juga pernah aku alami. Semua aku jalani dengan senang dan ikhlas. Dan ternyata aku belum dapat merasakan perubahan itu. Mungkin memang sudah berubah, tapi aku gak pernah sadar atau belum sadar. Kemudian aku menjadi seorang sekretaris di sebuah perusahaan Arsitek di Denpasar sebelum akhirnya aku terdampar sebagai seorang pegawai imigrasi yang setiap hari bertugas menjawab dan melayani client tentang sesuatu yang berhubungan dengan Imigrasi si pemerintah Australia. Here I am, an Immigration / Visa officer for the Australian Consulate-General Bali. Sudah 2 tahun lamanya aku “bergumul” dengan hal-hal keimigrasian yang selalu berubah setiap saat. Dan 2 tahun pula perseteruan kecil-kecilan dengan client aku alami. Dari yang sekedar ribut kecil2an sampai ada pula beberapa client yang mengamuk dan meludahi aku. Untung ada kaca anti peluru yang membatasi antara aku dan client jadi saliva itu tidak sampai mendarat di mukaku. Ada pula beberapa client yang terlalu bandel dan “dodol” untuk diberitahu yang pada akhirnya menuntut aku untuk selalu bersabar dan bersabar… Yang namanya Cliet Service juga ada sih di Hand Book kerjaku tapi tetap saja yang namanya manusia kan ada batas sabarnya. Aku pikir-pikir sih pantas lah aku menjadi sedikit *sedikit aja* galak dan kaku. Semua ini sepertinya perlu diterapkan biar client paham dan mengerti bahwa imigrasi memiliki peraturan yang mau gak mau harus mereka ikuti. Dan sikap seperti ini layak diterapkan agar mereka paham bahwa petugas imigrasi juga seorang manusia yang punya harga diri dan jangan dianggap remeh. Mereka juga harus paham bahwa petugas imigrasi bekerja menurut peraturan yang ada dimana memang peraturan itu merupakan sebuah harga mati. No bargain. Jadi, jangan salahkan kami (aku dan teman2 seprofesi) kalau kami bersikap seperti ini. Sikap seperti ini sepertinya sudah menjadi sebuah perjanjian tidak tertulis di kalangan petugas imigrasi dikantorku. Terciptalah jarak itu sebagai akibat dari keberadaan kami sebagai petugas imigrasi dengan client sebagai pihak yang terkadang tidak dapat memahami dan dipahami. Susah gak sih…. *Uuuuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhhhhhhhh* Sebenarnya terus terang kami tidak pernah berencana untuk menentukan sikap seperti ini. Tidak sama sekali. Tapi aku sendiri juga tidak paham. Seiring berjalannya waktu dan variasi yang terjadi dalam interaksi antara aku dan client, sikap buruk itu muncullah ke permukaan. Dia tidak pernah diundang dan jeleknya lagi sikap ini terkadang menyertaiku dalam kehidupan sehari-hariku. Sekarang aku mulai merasakan perubahan itu. Dan teman2 sejawatku juga menyatakan kalau mereka juga terkena syndrome ini. Ternyata bukan hanya aku, mereka juga merasakan suatu perubahan dalam diri mereka semenjak mereka berprofesi sebagai petugas imigrasi. Memang sih tidak semuanya tida menyenangkan, ada juga beberapa client yang baik dan mampu menghargai kita secara pribadi dan profesi. Hal inilah yang menjadi penyeimbang batin kita. Di kantor, setiap kali ada client yang mendekati, aku dan teman2 pasti berfikir “ Mau apa di ke Australia….” “Mau berapa lama dia di sana?” “Dia layak nggak ya dapat visa?” “Kok… kayaknya ada ’sesuatu’ dengan dia” dan beribu-ribu pertanyaan lainnya. Memang, aku akui setiap petugas imigrasi pasti selalu menaruh kecurigaan di baris terdepan terhadap semua client. Kemungkinan2 terburuk yang akan terjadi jika mereka mendapatkan visa sudah terbayang di kepala. “Bagaimana kalau mereka melanggar ketentuan visanya?” “Bagaimana kalau ternyata mereka overstay disana?” “Bagaimana kalau ternyata mereka bekerja disana padahal mereka hanya mendapatkan visa liburan?” dan bagaimana kalau… bagaimana kalau yang lainnya. Ragu-ragu juga aku mengatakan bahwa situasi ini merupakan sesuatu yang wajar dan masuk akal. Mungkin beberapa diantara orang beranggapan bahwa aku terlalu bersikap paranoid, khawatir, berlebihan dan apapun namanya. Yang jelas, situasi seperti inilah yang sekarang aku rasakan. Dan parahnya lagi, aku mengasimilasi sikap buruk-ku dikantor itu dalam kehidupan sehari-hari. Tidak pernah direncanakan dan tidak pernah diundang. Sekali lagi, it’s happen in to my life. Benar apa tidak, aku merasa bahwa aku menjadi galak, mudah curiga, dan membuat jarak dari orang2 sekitarku. Gaya bicaraku pun sedikit mengalami evolusi. Dan terkadang aku berkata sedikit ‘sengak’ – maaf aku gak bisa mengartikannya ke dalam bahasa Indonesia atau mungkin dia memang bahasa Indonesia. Tak tahulah… Yang aku tahu bahwa itu terkadang berdampak tidak menyenangkan. Tapi aku berharap bahwa semua yang aku rasakan itu salah dan bahwa kalau itu semua hanya perasaanku saja. Dan melalui tulisanku ini aku mau minta maaf apabila ada diantara saudara2 dan teman disekitarku yang pernah merasa tidak enak hati dengan sikapku. Maafkan aku. Aku benar2 tidak pernah bermaksud menciptakan perasaan yang tidak menyenangkan itu diantara kita. Maaf ya…. But anyway, aku menulis ini bukan bermaksud menyinggung persaan siapapun. Tulisan ini hanya merupakan curahan hati seorang Herbi yang tiba-tiba saja merasakan suatu perubahan dalam hidupnya. Dan dia ingin berbagi cerita ini kepada teman2 yang mau dan akan peduli terhadap dirinya. Tulisan ini hanyalah sebuah tulisan untuk membunuh waktu yang berjalan lambat dikantorku karena hari ini sebenarnya merupakan hari libur nasional tapi karena dia bekerja dengan pemerintahan negara lain, mau gak mau dia harus tetap masuk. Dan walhasil hanya sedikit client yang “merindukannya” hari ini sehingga banyak tenaga dan pikiran yang dapat aku tabung hari ini untuk esok. Dan walhasil pula waktu kuhabiskan dengan menulis ini yang tidak terasa sudah menghasilkan 4 halaman dalam Microsoft Word dengan tulisan 1,5 spasi dan Times New Roman dengan beberapa sentuhan italic untuk bahasa Inggris, sebelum dipindahkan ke wordpress. But anyway, semoga perubahan ini hanya merupakan perasaanku saja. Dan semoga tidak ada yang pernah aku sakiti karena perubahan sikap ini. Dan yang terakhir, aku menyayangi pekerjaan ini karena dia membawa warna lain dan format lain dalam Hidup ku….
Langganan:
Postingan (Atom)